Begadang Menyebabkan Peningkatan Risiko Berbagai Penyakit
Tidur yang cukup bukan hanya soal rasa segar saat bangun, tetapi juga menyangkut kesehatan organ vital. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa begadang dapat memengaruhi fungsi jantung, otak, paru-paru, ginjal, hingga sistem hormonal.
Bahaya begadang menyebabkan gangguan metabolisme, peradangan, dan kerusakan jaringan yang jika berlangsung lama dapat berujung pada penyakit kronis. Bahkan pada sebuah studi, disebutkan bahwa kebiasaan tidur buruk bisa menyebabkan peningkatan risiko 90+ penyakit lho. Tapi kita tidak akan membahas sepanjang itu kok.
Bahaya begadang lainnya yang banyak dialami orang Indonesia adalah gangguan terhadap ritme sirkadian. Ritme sirkadian mencakup berbagai perubahan fisik, mental, dan perilaku yang dialami makhluk hidup dalam siklus 24 jam. Cahaya dan kegelapan adalah faktor paling kuat yang memengaruhi ritme ini, namun asupan makanan, stres, aktivitas fisik, lingkungan sosial, dan suhu juga turut berperan.
Hampir setiap jaringan dan organ memiliki ritme sirkadiannya sendiri, yang secara keseluruhan diselaraskan dengan siklus siang dan malam. Yang mana gangguan pada ritme sirkadian bisa menganggu fungsi saraf, hormon dan metabolisme manusia. Gangguan ritme tidur telah dikaitkan dengan setidaknya 83 jenis penyakit (Wang, Y., 2025). Bahaya kan? Nah yuk kita bahas beberapa penyakit akibat kebiasaan tidur yang buruk.
Bahaya Begadang Apa Saja?
Bahaya begadang, menyebabkan meningkatnya kemungkinan penyakit mematikan dan penyakit tidak mematikan secara drastis. Inilah kenapa begadang sangat berbahaya. Mari kita bahas secara lengkap apa saja bahaya begadang:
1. Meningkatkan Risiko Patah Tulang hingga 60%
Tidur kurang dari enam jam per malam meningkatkan risiko patah tulang, terutama di area tulang rusuk atau dada, hingga 60% lebih tinggi dibanding orang yang tidur normal.
Kekurangan tidur membuat tubuh sulit memulihkan jaringan dan memengaruhi koordinasi motorik, sehingga rentan cedera. Risiko ini bisa semakin besar jika begadang dilakukan terus-menerus, karena tubuh tidak memiliki waktu cukup untuk proses pemulihan (Wang, Y., 2025).
2. Risiko Nyeri Dada (Angina) Naik Lebih dari 5x Lipat
Mereka yang tidur lewat tengah malam juga mengalami peningkatan risiko angina pectoris, yaitu nyeri dada akibat kurangnya aliran darah ke jantung, hingga lebih dari 5x lipat dibandingkan yang tidur pukul 22:00–22:59. Dalam masa tindak lanjut studi, ditemukan bahwa hampir setengah dari semua kasus angina terjadi pada kelompok tidur larut.
Yang menarik, risiko ini tidak hanya disebabkan oleh durasi tidur yang lebih pendek atau kualitas tidur yang buruk. Bahkan setelah kedua faktor tersebut diperhitungkan, waktu tidur yang terlalu larut tetap muncul sebagai penyebab utama. Salah satu penjelasannya adalah terjadinya kejang mendadak pada pembuluh darah jantung akibat terganggunya jam biologis tubuh (Lian et al., 2024).
3. Meningkatkan Risiko Parkinson dan Penurunan Fisik
Tidur dengan jam tidur-bangun yang tidak teratur berkaitan erat dengan risiko penyakit Parkinson, kemungkinannya 180% lebih tinggi dibanding kelompok yang tidak begadang. Dengan sekitar 40% dari seluruh kasus Parkinson pada studi ini diperkirakan terkait pola tidur yang tidak teratur.
Risiko kelemahan fisik akibat penuaan juga meningkat lebih dari 3x lipat atau 236% lebih tinggi. Pola tidur yang berantakan mengganggu fungsi otak, memicu kerusakan sel saraf, dan mempercepat penurunan kemampuan fisik (Wang, Y., 2025).
4. Menyebabkan Gangguan Peredaran Darah Serius
Tidur tidak teratur berhubungan dengan risiko gangren; yaitu kerusakan jaringan akibat aliran darah yang buruk. Dengan kenaikan risiko lebih dari 2x lipat atau 161% lebih tinggi. Gangrene adalah kondisi berbahaya yang sering berujung pada sepsis atau amputasi, dan memiliki tingkat kematian tinggi.
Gangguan ini diyakini terkait rusaknya ritme sirkadian (jam biologis tubuh) yang memengaruhi kesehatan pembuluh darah. Jika pola tidur kacau berlangsung lama, suplai darah ke jaringan tubuh bisa terganggu dan menimbulkan kerusakan permanen (Wang, Y., 2025).
5. Memicu Gagal Napas
Kualitas tidur yang buruk, ditandai sering terbangun di malam hari, meningkatkan risiko gagal napas hingga 79% lebih tinggi. Respiratory failure adalah kondisi kritis dengan tingkat kematian tinggi. Tidur yang terfragmentasi mengganggu pertukaran oksigen di paru-paru, sehingga kerja sistem pernapasan menjadi berat. Kondisi ini bisa memperburuk penyakit paru yang sudah ada atau memicu masalah pernapasan baru (Wang, Y., 2025).
Pada studi lain, peserta studi yang pernah yang terkena serangan jantung cenderung mengalami gangguan pernapasan saat tidur, seperti sleep apnea—kondisi ketika napas sering terhenti sejenak saat tidur. Tidur larut malam diduga bisa memperparah kondisi ini karena mengganggu pola tidur dan memperpanjang waktu tidur dalam posisi telentang. Gangguan ini bisa menurunkan kadar oksigen dan membebani jantung, sehingga meningkatkan risiko serangan jantung (Fan et al., 2021)..
6. Begadang Menyebabkan Gangguan Ritme Sirkadian
Sebuah studi menegaskan bahwa tidur lewat tengah malam adalah penyebab langsung terganggunya ritme sirkadian tubuh. Ada tiga akibat fisiologis utama yang tercatat. Pertama, ditemukan pola hormon kortisol yang abnormal pada orang yang tidur larut, yaitu terjadi pembalikan waktu pelepasan kortisol.
Ini berkaitan erat dengan masalah metabolisme seperti kenaikan berat badan dan resistensi insulin. Kedua, terjadi peningkatan kadar zat peradangan, khususnya sitokin proinflamasi, yang berperan dalam merusak fungsi pembuluh darah. Ketiga, sistem saraf otonom juga terganggu, ditandai dengan peningkatan detak jantung dan ketidakseimbangan antara saraf simpatis dan parasimpatis.
Kombinasi ketiga mekanisme ini dianggap sebagai alasan utama meningkatnya risiko penyakit jantung sebanyak 3x lipat lebih atau 215% lebih tinggi pada orang yang tidur lewat tengah malam, dengan jalur peradangan sebagai faktor yang paling menonjol (Lian et al., 2024). Gangguan sirkadian juga tercatat pada studi lain (Fan et al., 2021).
7. Meningkatkan Risiko Penyakit Hati
Tidur larut malam, khususnya lewat tengah malam, terkait dengan risiko fibrosis hati dan sirosis yang lebih tinggi sekitar 2.5x lipat atau 157% lebih tinggi dari orang yang tidur pada jam normal. Sirosis hati adalah penyakit stadium lanjut dengan tingkat kematian tinggi.
Hal ini diduga mengganggu metabolisme hati yang mengikuti ritme sirkadian (jam biologis alami tubuh). Begadang juga sering disertai makan larut malam, yang dapat membebani proses detoksifikasi hati (Wang, Y., 2025).
8. Begadang Memicu Gangguan Tiroid
Kebiasaan tidur larut malam juga berkaitan dengan thyrotoxicosis—kondisi ketika hormon tiroid terlalu tinggi, sehingga memicu masalah hormon di kelenjar tiroid—dengan hampir 30.45% kasus dapat dihubungkan ke pola tidur ini. Paparan cahaya buatan di malam hari dan perubahan pola makan larut diduga mengacaukan fungsi hormon, termasuk hormon tiroid (Wang, Y., 2025).
9. Meningkatkan Risiko Gagal Ginjal
Pola tidur yang kacau dan kualitas tidur yang buruk memicu peradangan tubuh. Penanda seperti C-reactive protein (CRP), yaitu protein yang kadarnya meningkat saat tubuh mengalami peradangan, dan peningkatan sel darah putih ditemukan sebagai penghubung antara gangguan tidur dan gagal ginjal akut maupun kronis.
Sekitar 21,85% kasus gagal ginjal akut pada sebuah studi berkaitan dengan gangguan pola tidur. Pada kondisi berat, penyakit ini bisa menyebabkan kematian hingga 50% dari penderitanya. Peradangan kronis akibat tidur yang kacau merusak jaringan ginjal dan mengganggu fungsinya. Ini memperlihatkan bagaimana begadang bisa merusak organ vital seperti ginjal (Wang, Y., 2025).
10. Memperbesar Risiko PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronis)
Tidur yang tidak teratur meningkatkan kemungkinan terkena PPOK, penyakit paru kronis yang mengganggu aliran udara. Peradangan akibat gangguan tidur dapat mempercepat kerusakan paru-paru dan memperparah gejala seperti sesak napas dan batuk kronis. Ritme sirkadian yang terganggu membuat tubuh sulit mempertahankan fungsi paru yang sehat (Wang, Y., 2025).
11. Risiko Penyakit Jantung Serius Meningkat Drastis
Orang yang tidur lewat tengah malam—tepatnya mulai pukul 24:00 ke atas—memiliki risiko 3x lipat lebih tinggi atau 215% lebih tinggi untuk mengalami gangguan jantung serius dibandingkan mereka yang tidur pukul 22:00–22:59.
Gangguan ini meliputi serangan jantung baru, gagal jantung yang butuh rawat inap, dan tindakan medis ulang pada pembuluh darah jantung tanpa direncanakan sebelumnya. Ini hanya dari kasus begadang saja, bukan karena gemuk, faktor umur, merokok, atau faktor lainnya.
Para peneliti pada studi ini menyebut bahwa tidur larut malam mengganggu ritme sirkadian tubuh, memicu peningkatan aktivitas sistem saraf simpatik, dan memperbanyak zat-zat pemicu peradangan yang merusak pembuluh darah (Lian et al., 2024).
Studi lain menemukan bahwa orang yang tidur lewat dari pukul 12 malam saat hari kerja memiliki risiko 62,8% lebih tinggi terkena serangan jantung dibanding yang tidur antara pukul 22.01–23.00 (Fan et al., 2021).
Pola ini membentuk kurva U: tidur terlalu awal (sebelum jam 10 malam) atau terlalu larut sama-sama meningkatkan risiko. Para peneliti menduga gangguan ritme sirkadian dari begadang menyebabkan stres metabolik dan pembuluh darah, memperparah peradangan dan kerja jantung.
12. Memicu Diabetes Tipe 2
Sebuah penelitian menemukan ttidur pendek yang disertai pola tidur tidak teratur berkontribusi pada lebih dari sepertiga kasus diabetes tipe 2. Gangguan pada ritme sirkadian—jam biologis alami tubuh yang mengatur siklus tidur, makan, dan fungsi organ—dapat mengacaukan regulasi gula darah dan kerja hormon insulin. Studi menunjukkan bahwa pola tidur yang kacau membuat metabolisme sulit stabil, sehingga kadar gula darah cenderung tinggi (Wang, Y., 2025). (Wang, Y., 2025).
Pada studi lain, prevalensi diabetes jauh lebih tinggi pada orang yang tidur larut malam. Dalam studi ini, 15,0% dari kelompok yang tidur larut mengidap diabetes, dibandingkan hanya 6,2% pada kelompok yang tidurnya lebih awal. Gangguan ritme sirkadian dapat menurunkan sensitivitas insulin dan memperburuk kontrol gula darah. Selain itu, orang yang sering tidur larut cenderung memiliki gaya hidup kurang sehat, seperti jarang berolahraga dan pola makan buruk, yang semakin meningkatkan risiko diabetes (Fan et al., 2021).
13. Risiko Stroke yang Lebih Tinggi
Meskipun jumlah kasus stroke dalam studi ini sedikit (hanya dua kasus stroke nonfatal), kelompok yang tidur lewat tengah malam (≥ pukul 24:00) menunjukkan tren peningkatan risiko stroke.
Analisis gabungan dari berbagai kejadian kardiovaskular—termasuk stroke—menunjukkan bahwa orang yang tidur larut malam memiliki risiko 2,8x lipat atau 189% lebih tinggi mengalami kejadian tersebut dibanding mereka yang tidur pukul 22:00–22:59.
Penjelasan dalam studi menyebutkan bahwa gangguan ritme sirkadian dan peradangan menjadi jalur biologis utama yang menyebabkan disfungsi pada dinding pembuluh darah, yang kemudian meningkatkan risiko stroke (Lian et al., 2024).
14. Begadang Menyebabkan Masalah Metabolik
Orang yang tidur lewat tengah malam juga tercatat memiliki berat badan lebih tinggi (rata-rata BMI 26,0 dibanding 24,3 pada kelompok tidur lebih awal), dan lebih sering mengalami dislipidemia, yaitu gangguan kadar lemak darah (10,2% vs 3,0%).
Meskipun bukan penyakit langsung, kondisi ini dikaitkan dengan risiko jantung melalui jalur resistensi insulin. Studi ini juga menjelaskan bahwa gangguan ritme tubuh dapat meningkatkan kadar gula darah setelah makan dan menurunkan hormon leptin, yang pada akhirnya menciptakan kondisi mirip diabetes dan memperparah risiko penyakit jantung (Lian et al., 2024).
15. Memperburuk Masalah Kandung Kemih
Tidur yang sering terpotong-potong di malam hari juga meningkatkan kasus inkontinensia urin (tidak mampu menahan buang air kecil), dengan 24.42% kasus diperkirakan terkait masalah pola tidur. Terbangun berkali-kali membuat saraf otonom bekerja berlebihan, yang berakibat pada melemahnya kontrol kandung kemih (Wang, Y., 2025).
16. Gangguan Emosional dan Masalah Kesehatan Mental
Sebuah studi menemukan bahwa kebiasaan tidur larut malam pada masa remaja berkaitan erat dengan gangguan emosional saat dewasa muda. Remaja yang terbiasa tidur lewat pukul 23:15 selama tahun ajaran sekolah memiliki risiko 35% lebih tinggi mengalami gangguan emosional saat dewasa awal, dibandingkan mereka yang tidur lebih awal.
Hal serupa juga ditemukan pada remaja yang tidur lewat pukul 01:30 selama liburan musim panas, di mana risikonya meningkat sebesar 40% lebih tinggi dibanding mereka yang tidur di jam normal.
Gangguan emosional yang dimaksud dalam studi ini mencakup perasaan sedih terus-menerus, depresi, mudah terganggu oleh hal kecil, sulit keluar dari suasana hati negatif, dan sering menangis. Menurut tersebut studi, sekitar 40% remaja secara alami memiliki kecenderungan untuk lebih aktif di malam hari dan tidur lebih larut, dan pola ini berpotensi membuat mereka lebih rentan mengalami masalah emosional (Asarnow, 2013).
Lalu bagaimana Tidur Yang Optimal? Lebih Awal, Konsisten & Cukup
Dilansir dari 3 studi yang berbeda (Wang, Y., 2025),(Lian et al., 2024),(Fan et al., 2021) berikut ini adalah kesimpulan dari kebiasaan tidur yang paling baik:
Tidur Sebelum Jam 11 Malam adalah yang Terbaik
Peneliti menyarankan agar orang dewasa tidur sebelum pukul 23.00, dan remaja sebelum pukul 23.15. Tidur lewat tengah malam terbukti konsisten berkaitan dengan risiko penyakit jantung pada orang dewasa dan stres emosional pada remaja. Tidur lebih awal selaras dengan ritme alami tubuh dan siklus terang-gelap dari cahaya matahari.
Jadwal Tidur yang Konsisten Jauh Lebih Penting
Tidur dan bangun pada jam yang sama setiap hari—termasuk akhir pekan—sangat penting. Jadwal tidur yang acak mengganggu ritme sirkadian, memicu peradangan, dan meningkatkan risiko penyakit. Studi menunjukkan bahwa beda jam tidur antara hari kerja dan akhir pekan (dikenal sebagai social jetlag) berdampak buruk pada kesehatan fisik dan mental, meskipun durasi tidurnya cukup.
Durasi Tidur Ideal: 7–9 Jam untuk Dewasa
Orang dewasa butuh 7–9 jam tidur per malam, sementara remaja butuh lebih dari 9 jam. Kurang tidur—misalnya di bawah 6 jam untuk dewasa—meningkatkan risiko penyakit. Namun, konsistensi dan waktu tidur seringkali lebih berpengaruh daripada jumlah jam tidur saja. Kombinasi ketiganya (waktu, konsistensi, durasi) adalah kunci menjaga kesehatan jangka panjang.
Kesimpulan
Tidur bukan sekadar waktu istirahat, melainkan fondasi penting bagi kesehatan seluruh tubuh. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa tidur larut malam dan gangguan ritme sirkadian berkaitan dengan risiko lebih tinggi terhadap puluhan penyakit serius — mulai dari serangan jantung, diabetes, gangguan tiroid, hingga gangguan mental.
Untuk menjaga kesehatan jangka panjang, tidur tepat waktu (sebelum pukul 11 malam), cukup (7–9 jam), dan tidur pada jam yang konsisten setiap hari sangatlah penting. Meningkatkan kualitas tidur bukan hanya memperbaiki energi harian, tetapi juga melindungi organ vital, hormon, metabolisme, dan bahkan memperpanjang usia.