Kasus Demensia Terus Meningkat di Tengah Masalah Kualitas Udara
Alzheimer dan jenis demensia lainnya kini menjadi masalah kesehatan global yang semakin serius. Sejak tahun 1990, jumlah penderita demensia melonjak hingga 80%, dan kematian terkait penyakit ini mencapai 1,6 juta jiwa pada 2019. Para ilmuwan memprediksi angka ini bisa tembus 131 juta kasus pada tahun 2050, terutama karena populasi dunia semakin menua.
Selama ini, faktor genetik, gaya hidup, dan kesehatan umum memang dikenal memengaruhi risiko demensia. Namun, penelitian terbaru menemukan bahwa polusi udara, terutama paparan jangka panjang terhadap partikel halus PM2.5, gas nitrogen dioksida (NO₂), dan ozon (O₃), juga menjadi pemicu yang tidak boleh diabaikan.
Penelitian ini menganalisis data dari 149 negara antara 1990–2019. Hasilnya menunjukkan bahwa walau di beberapa wilayah PM2.5 dan NO₂ menurun, konsentrasi ozon justru meningkat, terutama di Afrika dan Asia. Kondisi ini memunculkan ketimpangan dampak kesehatan antara negara maju dan berkembang.
PM2.5 dan Ozon Jadi Ancaman Terbesar Bagi Otak
PM2.5 adalah partikel sangat kecil yang dapat masuk hingga ke pembuluh darah dan otak, memicu peradangan yang mempercepat kerusakan sel saraf. Dalam studi ini, setiap kenaikan 10 mikrogram per meter kubik (µg/m³) PM2.5 dikaitkan dengan peningkatan risiko kematian akibat demensia dan penurunan kualitas hidup secara signifikan.
Menariknya, risiko terbesar terjadi pada kadar PM2.5 di bawah 20 µg/m³—artinya bahkan polusi dalam kadar “sedang” pun sudah berbahaya. Penurunan PM2.5 ke batas aman WHO, yaitu di bawah 10 µg/m³, diperkirakan bisa mengurangi beban penyakit secara drastis.
Ozon (O₃) juga menunjukkan pola berbahaya. Berbeda dari PM2.5, tidak ada batas aman untuk ozon—paparan sekecil apapun bisa meningkatkan risiko demensia. Setiap kenaikan 10 µg/m³ ozon terkait dengan lonjakan kematian dan disabilitas akibat penyakit ini. Ozon terbentuk dari reaksi sinar matahari dengan polutan kendaraan dan industri, sehingga banyak terjadi di kota besar dengan lalu lintas padat.
Sementara itu, NO₂ menunjukkan hubungan yang lebih lemah, meskipun tetap memiliki dampak pada kesehatan otak.
Ketimpangan Global dan Seruan untuk Bertindak
Negara-negara di Afrika dan sebagian Asia mengalami beban demensia tertinggi akibat polusi udara. Hal ini diperparah oleh rendahnya kualitas layanan kesehatan dan minimnya kebijakan pengendalian polusi. Sebaliknya, di negara maju, meski tingkat polusi lebih rendah, penduduknya bisa lebih rentan karena faktor usia dan kesehatan.
Temuan ini menjadi alarm bagi pembuat kebijakan: mengurangi polusi udara bukan hanya soal paru-paru dan jantung, tapi juga otak. Langkah seperti pembatasan emisi kendaraan, transisi energi bersih, dan pemantauan kualitas udara perlu segera dipercepat.
Dengan bertindak sekarang, kita tidak hanya melindungi lingkungan, tetapi juga masa depan kesehatan otak jutaan orang di seluruh dunia. Cek juga artikel kami tentang fakta bahwa ibu sangat berperan pada pencegahan stunting anak.
Sumber : Guo, C., Wu, D., Yang, J., Lu, X., Chen, X. Y., Ma, J., Lin, C., Lau, A. K. H., Jin, Y., Li, R., & He, S. (2025). Ambient air pollution and Alzheimer’s disease and other dementias: A global study between 1990 and 2019. BMC Public Health, 25(1), 371.