Perilaku Pencegahan Stunting Anak Bergantung Pada Ibu

perilaku pencegahan stunting
Daftar Isi Artikel

Apa Itu Perilaku Pencegahan Stunting?

Stunting—kondisi di mana tinggi badan anak jauh di bawah standar usianya akibat kekurangan gizi kronis—masih menjadi tantangan besar di Indonesia.

Perilaku pencegahan stunting adalah serangkaian tindakan yang dilakukan pengasuh—terutama ibu—untuk memastikan asupan gizi, layanan kesehatan, dan praktik kebersihan optimal selama 1.000 hari pertama kehidupan anak (sejak dalam kandungan hingga usia 2 tahun).

Tujuannya adalah mencegah kekurangan gizi kronis dan infeksi yang dapat menghambat perkembangan fisik serta kognitif. Apa saja perilaku yang dimaksud?

  • Pemeriksaan Kehamilan (Antenatal Care): Melakukan kontrol rutin untuk memantau kesehatan ibu dan janin.
  • ASI Eksklusif: Memberikan hanya air susu ibu selama 6 bulan pertama.
  • Gizi Seimbang: Menyediakan makanan beragam dan kaya nutrisi setelah bayi berusia 6 bulan.
  • Praktik Kebersihan: Mencuci tangan dengan sabun sebelum makan dan setelah buang air. Menyiapkan makanan dengan aman (mencuci bahan, memastikan peralatan bersih).
  • Akses Layanan Kesehatan: Membawa anak berobat segera saat sakit. Melahirkan dengan bantuan tenaga kesehatan terampil.
  • Sanitasi: Menggunakan toilet bersih dan air minum yang aman.

Mengapa Perilaku Ibu Penting?

Perilaku ibu dapat berperan sebagai pencegah stunting, atau justru mendukungnya. Yang mana hasilnya akan berdampak secara permanen kepada anak. Berikut adalah beberapa alasan mengapa perilaku ibu penting:

  • Dampak yang Tidak Dapat Dipulihkan: Stunting menyebabkan kekurangan tinggi badan, gangguan perkembangan otak, dan melemahnya sistem kekebalan seumur hidup. Hal ini berhubungan dengan prestasi belajar yang lebih rendah serta potensi penghasilan yang lebih kecil saat dewasa.
  • Dampak Ekonomi: Anak stunting lebih rentan hidup dalam kemiskinan, menurunkan produktivitas, dan berkontribusi pada kerugian ekonomi negara hingga 2–3% dari PDB (World Bank, 2018).
  • Tantangan Ibu: Ibu bekerja kerap kesulitan menyeimbangkan pekerjaan dan pengasuhan, yang mengakibatkan celah dalam pencegahan. Studi mencatat hanya 50,2% ibu yang menjalani pemeriksaan kehamilan rutin. Rendahnya kondisi fisik-mental dan pengetahuan ibu memperburuk masalah ini (masing-masing meningkatkan risiko hingga 3,30 kali dan 2,79 kali).
  • Relevansi Kebijakan: Pemerintah Indonesia menargetkan penurunan angka stunting dari 21,5% (2023) menjadi 14% pada 2024. Upaya ini memerlukan intervensi yang mengatasi hambatan di tempat kerja—seperti jam kerja fleksibel dan edukasi kesehatan—untuk mendukung para ibu.

Namun, ibu yang bekerja sering menghadapi kendala waktu dan tekanan pekerjaan, sehingga sulit memastikan anak mendapat gizi dan perawatan optimal. Penelitian terbaru di Provinsi Jawa Barat, yang angka stunting-nya mencapai 30,9% pada 2023, mengkaji faktor-faktor yang memengaruhi perilaku pencegahan stunting pada ibu bekerja. Fokusnya meliputi kondisi fisik dan mental ibu, pengetahuan, sikap, stres kerja, dan kondisi sosial ekonomi.

Hasil Penelitian

Studi ini melibatkan 225 ibu bekerja dari enam wilayah: Kota Bandung, Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Karawang, Kabupaten Bandung Barat, dan Kabupaten Sumedang. Mayoritas responden berpendidikan sarjana (81,9%), menikah (97,8%), dan bekerja tetap (76%). Meski begitu, 66,7% melaporkan kondisi fisik dan mental rendah, dan hampir setengah (48,9%) mengalami stres kerja tinggi.

Perilaku pencegahan stunting yang seharusnya menjadi prioritas justru belum maksimal. Hanya separuh yang rutin memeriksakan kehamilan, dan 55,4% yang segera membawa anak sakit ke layanan kesehatan. Sebaliknya, perilaku seperti cuci tangan dan menjaga kebersihan makanan lebih sering dilakukan.

Analisis menunjukkan dua faktor utama yang menentukan perilaku pencegahan stunting:

  • Kondisi fisik dan mental ibu – Ibu dengan kondisi fisik dan mental rendah 3,3 kali lebih berisiko memiliki perilaku pencegahan yang buruk.
  • Pengetahuan – Ibu yang kurang memahami stunting memiliki risiko 2,8 kali lebih tinggi untuk tidak melakukan pencegahan secara memadai.

Faktor lain seperti pendapatan, pengeluaran bulanan, dan stres kerja juga berpengaruh, meski tidak dominan apabila dibandingkan dengan kedua faktor diatas setelah dianalisis lebih dalam.

Solusi Harus Dari Pemerintah & Perusahaan

Temuan ini menegaskan bahwa mencegah stunting pada anak bukan hanya soal gizi, tetapi juga kesehatan mental dan edukasi ibu. Peneliti merekomendasikan langkah-langkah berikut:

  • Dukungan di Tempat Kerja: Memberikan fleksibilitas jam kerja, program edukasi kesehatan, dan konseling untuk ibu dengan anak kecil.
  • Kebijakan Publik: Memperkuat layanan kesehatan ibu dan anak di tingkat komunitas serta mengurangi hambatan biaya dan akses.
  • Edukasi yang Tepat Sasaran: Menyediakan materi yang mudah dipahami untuk meningkatkan pengetahuan ibu mengenai stunting.

Dengan memperhatikan kondisi fisik dan mental serta pengetahuan ibu bekerja, Indonesia dapat mempercepat pencapaian target penurunan stunting sekaligus meningkatkan kualitas hidup generasi mendatang.

Sumber : Juniarti, N., Aisharaydeh, E., Sari, C. W. M., Yani, D. I., & Hutton, A. (2025). Determinant factors influencing stunting prevention behaviors among working mothers in West Java Province, Indonesia: A cross-sectional studyBMC Public Health, 25(2719), 1–11.

Bagikan Informasi Ini

About the Author