Polusi Udara Bukan Hanya Soal Paru-paru
Selama ini polusi udara sering dikaitkan dengan masalah pernapasan, padahal dampaknya juga bisa merembet ke kesehatan mental—terutama pada lansia.
Penelitian di Provinsi Shandong, Tiongkok, menunjukkan bahwa paparan partikel halus seperti PM 2.5 dapat memicu penurunan daya ingat, depresi, hingga kecemasan.
PM berarti Particulate Matter, yaitu partikel sangat kecil di udara yang bisa masuk hingga ke paru-paru dan aliran darah. PM 2.5 berbahaya karena ukurannya yang sangat kecil membuatnya mudah menembus sistem pertahanan tubuh.
Studi ini melibatkan 24.261 lansia berusia 65 tahun ke atas dari 81 komunitas. Data polusi udara diambil dari basis data ChinaHighAirPollutants, meliputi PM 2.5, PM 10, NO₂ (nitrogen dioksida), CO (karbon monoksida), SO₂ (sulfur dioksida), dan O₃ (ozon).
Kondisi mental diukur menggunakan tes standar untuk gejala depresi, kecemasan, dan gangguan kognitif. Dengan bantuan model jaringan Bayesian, peneliti memetakan hubungan antara polusi udara, faktor ketahanan mental (seperti dukungan sosial dan pendidikan), dan hasil kesehatan mental.
PM 2.5 Jadi Ancaman Utama
Hasil penelitian menunjukkan bahwa PM 2.5 adalah polutan paling berpengaruh terhadap kesehatan mental lansia. Paparan tinggi PM 2.5 berhubungan langsung dengan meningkatnya kelupaan, mudah tersinggung, hingga perasaan sedih berkepanjangan.
Efeknya semakin kuat ketika dikombinasikan dengan faktor lingkungan lain seperti perubahan suhu ekstrem atau gelombang udara dingin. Kelompok yang paling rentan antara lain perempuan, lansia usia 65–75 tahun, dan mereka yang memiliki tingkat pendidikan rendah.
Perempuan dinilai lebih rentan karena kombinasi faktor biologis dan sosial. Lansia 65–75 tahun justru mengalami kecemasan dan depresi lebih tinggi meski tetap aktif bersosialisasi. Sementara itu, lansia berpendidikan rendah lebih rentan terhadap penurunan fungsi kognitif karena minim akses ke sumber daya untuk mengatasi masalah mental.
Strategi Meningkatkan Ketahanan Mental
Peneliti merekomendasikan berbagai langkah untuk mengurangi dampak PM 2.5 terhadap kesehatan mental lansia. Misalnya, penggunaan teknologi seperti aplikasi pengingat kualitas udara, pelatihan komunitas untuk mempertahankan daya ingat, serta program pengurangan isolasi sosial bagi lansia yang tinggal sendiri. Dukungan mental tambahan saat polusi sedang tinggi juga menjadi langkah penting.
Secara biologis, PM 2.5 dapat memicu peradangan di otak (neuroinflammation) dan stres oksidatif, yang berperan dalam terjadinya depresi dan penurunan fungsi kognitif. Menangani tanda awal seperti sering lupa bisa memutus rantai dampak buruk tersebut.
Kesimpulannya, polusi udara bukan hanya ancaman bagi paru-paru, tetapi juga bagi kesehatan mental, terutama pada kelompok lansia rentan. Kebijakan yang menggabungkan perlindungan lingkungan dan program kesehatan mental menjadi kunci untuk menjaga kualitas hidup di usia lanjut.
Cek juga artikel kami tentang bahaya makanan ultra proses yang bisa mempercepat kematian.
Sumber: Song, M., Liu, Q., Huang, Q., Yang, P., Wang, C., & Wang, Q. (2025). Evaluating short-term air pollution-related mental health resilience using a directional network. BMC Public Health, 25, Article 2721.